Sekolah Gratis dan Berkualitas di Indonesia: Kini Bukan Mimpi!
Selalu ada jalan bagi setiap
kemauan yang keras. Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan yang
berkualitas di Indonesia, secercah harapan itu muncul dari pelaksanaan
ekonomi daerah (Otda), peran masyarakat juga lembaga yang peduli
terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia bagi seluruh anak
negeri.
Seiring dengan diimplementasikannya UU
No.22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, kabupaten dan kota madya
sebagai subyek mempuyai kewenangan yang lebih besar dalam mengelola
rumah tangganya sendiri. Dengan kewenangan tersebut, daerah bisa
memiliki ruang yang luas untuk berkreasi dalam mencetak SDM-SDM yang
tangguh, yang disesuaikan dengan kepentingan daerah. Daerah juga yang
paling tahu kebutuhan SDM di daerahnya. Dengan otonomi daerah,
pemerintah daerah kabupaten atau kotamadya bisa langsung menterjemahkan
kebutuhan SDM ke dalam kebijakan daerahnya. Antara lain melalui program
pendidikan gratis dan insentif bagi para guru.
Pemerintah Kabupaten Gowa, Propinsi
Sulawesi Selatan merupakan salah satu pionir dalam penyelenggaraan
pendidikan gratis di Indonesia. Kabupaten Gowa berani berinisiatif,
berinovasi dalam mengembangkan daeranya sesuai potensi yang ada dengan
menggratiskan biaya pendidikan hingga jenjang SMA sejak tahun 2007, jauh
hari sebelum pemerintah mengkampanyekan pendidikan gratis. Pemerintah
setempat dengan otoritasnya memberikan dukungan yang memadai. Mulai dari
aturan hukum tentang alokasi APBD untuk sektor pendidikan hingga aturan
yang melarang jenis pungutan terkait operasional sekolah[i].
Sejumlah instrumen lain juga dikeluarkan untuk mengawal kebijakan
tersebut yakni dengan dibuatnya Perda No.10/2009 tentang wajib belajar.
Di dalamnya diatur tentang kewajiban bagi anak usia sekolah, untuk
bersekolah. Jika tidak, seperti di Jepang, orang tua yang bersangkutan
harus menanggung resiko enam bulan penjara, atau denda 50 juta. Berbagai
program inovasi di dalam pendidikanpun dipersiapkan seperti
pengembangan media audio visual, atau pembelajaran matematika melalui
media game, dan sebagainya. Untuk menyelenggarakan pendidikan
gratis hingga jenjang SMA tersebut, pemerintah Gowa mengalokasikan APBD
hingga Rp 11 miliar atau sekitar 21,26 persen dari total APBD (Kompas,
21/01/2009). Artinya secara otonom Gowa berani mengalokasikan anggaran
melebihi ketentuan pemerintah pusat. Dinas pendidikan Gowa juga
menerbitkan kebijakan memperbolehkan siswa miskin sekolah tanpa seragam.
Sehingga di Gowa tidak ada lagi proyek pengadaan bahan pakaian yang
notabene menjadi ajang mencari laba.
Kabupaten Jembrana, Propinsi Bali juga
tidak ketinggalan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikannya,
pemda Jembrana menggratiskan biaya sekolah dari SD sampai SMA bagi
sekolah negeri dan memberikan support dalam bentuk beasiswa bagi siswa
yang tidak mampu di sekolah-sekolah swasta. Pemda Jembrana juga
menyediakan insentif untuk para guru yang besarnya sekitar Rp 5000/jam.
Hampir sama dengan di Kabupaten Jembrana, Pemda Halmahera dan Kutai
Kertanagara juga menggratiskan biaya pendidikan. Jika di Halmahera
pembebasan biayanya sampai SMA, di Kutai Kartanagara sudah sampai
perguruan tinggi. Pemda Kutai juga memberi insentif kepada guru yang
besarnya Rp 1,5 juta. Sejumlah daerah lain juga mulai melakukan
kebijakan yang sama.
Secercah harapan lain akan terwujudnya
pendidikan berkualitas dan gratis juga didukung oleh masyarakat. Di
antaranya melalui lembaga amil zakat yang berkembang sangat pesat di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya saja Rumah Zakat
Indonesia (RZI), Dompet Dhuafa Republika (DDR), Yayasan Dana Sosial Al
Falah (YDSF). Lembaga-lembaga amil zakat ini mendapat kepercayaan besar
dari masyarakat untuk mengelola zakat, infak dan sodaqoh yang nominalnya
cukup besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pendistribusiannya
salah satunya adalah untuk pendidikan. Sejumlah
lembaga/perusahaan/yayasan juga turut andil dan semakin banyak
bermunculan dalam rangka memajukan kualitas pendidikan di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar